Diceritakan Al-Qur’an, tepatnya di Surat al-Baqarah ayat
30, suatu masa Allah sempat
mensharingkan rencananya kepada para malaikat untuk menciptakan seorang
khalifah yang akan ditempatkan di muka bumi (khalifah fi al-ardl). Tak
pelak segerombolan makhluk tak bernafsu itu kaget bukan kepalang, bahkan mereka
sempat protes kepada Juragannya itu: ”kenapa engkau akan menciptakan makhluk
yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di bumi,” Allah membantah,
dengan alasan Allah telah mengajarkan kepada Adam beberapa nama (asma),
dan tentunya Allah lebih tahu dan Maha mengetahui tujuan penciptaan ketimbang
malaikat-malaikat itu. Dasar sifat malaikat yang sendiko dawuh, maka ia
hanya bisa mengiyakan kebijakan Allah untuk mencipta Adam sebagai cikal bakal
makhluk yang diamanati tugas untuk mengkhalifahi alam raya.
Sebelumnya Allah telah menawarkan tugas kekhalifahannya
kepada laut, kepada gunung-gunung, tetapi mereka semua menolak tawaran amanat
yang demikian besar itu. Mereka semua takut tidak mampu menanggung beban
kekhalifahan. Dalam beberapa keterangan hadist juga mengatakan bahwa
gunung-gunung sempat bergetar dan ada yang meletus ketika ayat bismillah diturunkan
di Makkah. Getaran batin mereka kepada ayat-ayat Allah sangatlah maksimal,
apalagi mereka di amanati kekhalifahan yang hakekatnya menggantikan tugas-tugas
kepelayanan Allah di bumi. Sungguh tidak kuat mereka.
Memperhatikan ayat di atas, kita bisa memaknai bahwa
setiap manusia diamanati untuk mengasuh alam. Sebagaimana Mbah Adam yang
menduduki kedaulatan khalifah. Manusia sebagai khalifah secara ideal tidak
untuk mengeksploitasi makhluk lain, tetapi memberikan pelayanan kepada semua
makhluk yang bersinggungan dengan manusia. Tidak untuk merusaknya, tetapi
mencintai dengan segenap jiwa raganya.
Maka tak heran apabila Nabi berujar bahwa setiap manusia
adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya atas
apa dan siapa yang dipimpinnya. Seandainya ia hanya sebatang kara pun, ia akan
dipertanggungjawabkan kepemimpinan atas dirinya, baik di dunia maupun di
akherat kelak Jadi, mandat
kepemimpinan di dunia ini disematkan kepada setiap manusia yang sudi dilahirkan
dari rahim ibu.
Beberapa sarjana mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni
mempengaruhi orang lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal
itu benar, tetapi mungkin dalam pengertian yang terbatas. Terbatas pada lingkup
organisasi. Padahal pada hakekatnya kepemimpinan itu tidak bisa dibatasi oleh
birokrasi apapun. Kata Muhammad Natsir kepemimpinan bukan dicetak tetapi
dilahirkan. Mungkin mempunyai maksud, bahwa kepemimpinan itu lahir karena
proses kesetiaan perjuangan seseorang terhadap kebenaran, terhadap nilai-nilai
keadilan, sehingga masyarakat mempercayai seseorang yang istiqomah itu sebagai
pemimpinnya.
Kalau dalam ajaran Sunan Ampel mengatakan bahwa
kepemimpinan itu bisa diartikan sebagai ”daya Angon” atau kemampuan untuk
menggembalakan manusia dari berbagai jenis karakter, dari berbagai macam bangsa
manapun menuju tujuan hidup sejati yang saling menyelamatkan. Tidak harus ia
cetakan dari kampus, atau bahkan berasal dari kampus, asal seseorang tersebut
mempunyai kemampuan untuk ngemong semua pihak dengan adil.
Kepemimpinan terjadi tanpa harus melewati jalur-jalur
birokrasi resmi. Kepemimpinan itu bisa terjadi, misalnya, ketika seseorang
telah mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah, tanpa ia harus masuk
dalam birokrasi menjadi pegawai negeri, atau menjabat sebagai kepala kantor.
Katakanlah misalnya Maulana Habib Luthfi, yang dengan kharismanya dia mampu
mempengaruhi kebijakan Wali Kota di Pekalongan, itu sudah bisa dikatakan
sebagai kepemimpinan.
Dalam pengertian yang lebih dalam, kepemimpinan sejatinya
bukan keinginan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, apalagi dalam sekup
organisasi yang sempit, tetapi lebih kepada kekuatan pancaran kasih sayang
seseorang di tengah orang lain, sehingga orang lain merasa nyaman berada di
sampingnya, merasa enjoy ketika ia bersama-sama berjuang untuk meraih
tujuan, dan yakin bahwa orang yang memancarkan rasa cinta itu patut dijadikan
panutan.
Maka tidak terasa, orang yang mempunyai pancaran kasih
sayang itu justru akan diberikan amanat oleh Allah, berupa berbagai
permasalahan yang menimpa individu dan masyarakat. Karena hanya dialah yang mau
legowo empati terhadap penderitaan masalah-masalah yang menimpa orang
lain.
Semakin hari, bertambah bulan orang-orang akan semakin
mempercayainya, sehingga ”orang cinta kasih” itu akan mendapatkan amanat yang
semakin berat. Dan dengan cinta ia akan menanggung semuanya dihadapan Allah.
Kalau masalah yang ditanggungnya super berat, dan tiada hamba yang bisa
membantunya, Maka Allah akan turun tangan untuk membatunya. Maka tak mustahil
apabila ada tokoh spiritual yang sudah udzur seperti Ayatullah Khumaeni bisa
mempengaruhi jutaan manusia di Iran, sehingga mampu merebut kedaulatan rakyat
Iran yang dilalimi presidennya. Mampu memimpin revolusi Iran pada tahun 1980 –
an. Itu semua berkat bantuan Allah ikut turun dalam setiap jenjang
perjuangannya.
Kalau kita melihat perjalanan hidup manusia-manusia
pemimpinan. Mereka tidak menginginkan seseorang untuk mengikutinya. Mereka
tidak berusaha agar dirinya berpengaruh. Mereka menyampaikan ajaran tentang
kebenaran karena rasa cinta kasih yang dalam terhadap orang lain, sehingga dia
tidak mungkin tega membiarkan orang lain terjerumus ke jurang kedzaliman yang
bisa menyengsarakan dirinya dan orang lain.
KEPEMIMPINAN
NABI
Salah satu komposisi dari cinta adalah pengorbanan. Hal
ini sangat nyata dalam kehidupan para pemimpin, termasuk Nabi, yang
mengorbankan jiwa raganya untuk mencintai ummatnya. Ribuan contoh perangai Nabi
yang selalu memancarkan cinta kasih kepada siapapun, terlebih kepada orang yang
membencinya. Nabi akan lebih mencintai orang yang lebih membencinya. Nabi akan
lebih dermawan kepada orang yang lebih bakhil, dan masih banyak contoh lain,
yang diantaranya:
Pernah suatu ketika Nabi Muhammad SAW merasa bersyukur,
karena setiap perjalanannya menuju ke Masjid selalu di sambut dengan puncratan
air ludah dari seorang kafir Quraisy. Setiap Nabi Muhammad mendapatkan hadiah
air ludah, beliau hanya mengusap ludah di wajahnya dan menatap si Kafir dengan
senyum dan kelembutan.
Nabi menahan amarahnya untuk membalas dengan kasih sayang
yang tiada banding kepada orang-orang yang membencinya. Suatu ketika Si Kafir
tak berangkat dinas meludahi Nabi. Dalam hati Nabi, merasa ada yang kurang
ketika melewati jalanan tempat mangkal si Kafir Ludah itu. "kok sepi
ya…." Mungkin demikian kata hati Nabi.
Nabi mulai menanyakan kepada orang sekitar perihal
keadaan si Kafir Ludah. Ada orang yang tahu, katanya dia sakit. Kemudian Nabi
menjenguknya. Ketika dengar suara Nabi mengucapkan salam di depan pintu rumah
pasien, si Kafir jadi panik, karena ia menyangka mungkin Nabi akan balas dendam
terhadap perlakuannya selama ini. Tetapi apa yang disangka Kafir itu tidak
benar. Nabi ke sana membawa oleh-oleh perhatian dan kasih sayang. Sehingga
kafir, pada saat itu juga bersaksi bahwa "tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."
Kisah lain yang tak asing di telinga sejarah perjuangan
Nabi adalah sewaktu Surokoh salah satu kafir Quraisy yang hendak mencelakai
Nabi dengan pedangnya. Tetapi Nabi dilindungi Allah. Nabi tahu maksud jahat
Suroqoh, hingga Nabi bisa membalikkan pedang yang sudah diacungkan pada diri
Nabi. Suroqoh dengan sombongnya mengancam sambil bertanya: ”siapa yang akan
menolongmu,” Nabi dengan tegas manjawab, ”Allah SWT” langsung badan Suroqoh
menggigil ketakutan, kemudian Nabi balik mengacungkan pedang itu ke arah tubuh
Suroqoh, dengan mangajukan pertanyaan yang hampir sama: ”Siapa yang akan
menolongmu” Suroqohpun akhirnya menyerah dan bersaksi bahwa ”tiada Tuhan Selain
Allah dan Muhammad adalah utusannya.”
Dengan jalan kasih sayang itu Nabi mampu mempengaruhi umat
manusia agar kembali ke jalan kesejatian agama Islam. Tidak untuk kepentingan
Nabi, tidak untuk kepentingan Allah SWT, karena Allah tidak punya hasrat
kepentingan kepada Hambanya. Hambanyalah yang membutuhkannya. Maka apa yang
diajarkan Nabi sejatinya untuk kepentingan hambanya agar tidak melanggengkan
kedzaliman-kedzaliman dan menjalankan perintah-perintah Allah SWT.
Salah satu akhlak kepemimpinan Nabi di gambarkan dalam al-Qur’an:
”Benar-benar telah datang kepada kalian seorang utusan dari kalangan kalian sendiri yang berat terasa olehnya (tak tahan ia melihat) penderitaan kalian; sangat menginginkan (keselamatan dan kebahagiaan) bagi kalian; dan terhadap orang-orang yang beriman, penuh kasih sayang lagi penyayang." (QS. 9: 128).
Beliau ibarat matahari yang memberikan pancaran
pencerahan pada bumi, planet-planet dan seluruh galaksi, sehingga siapapun
pasti akan membutuhkan cahayanya untuk mengetahui diri mereka sendiri tentang
jalan yang akan di laluinya menuju ridlo Allah SWT. Maka sebagaimana doktrin
Islam yang berujar bahwa tidak akan diciptakan alam ini, seandainya Kanjeng
Nabi Muhammad SAW tidak dicipta. Maka sebenarnya muara segala hal yang
menyangkut makhluk hidup pasti akan berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.
Unsur alam apapun pasti akan terhubung dengan Nabi
Muhammad, karena sebelum menciptakan segala sesuatu Allah telah menciptakan Nur
Muhammad, maka sejatinya yang paling penting kita gali uswatun hasanah nya
adalah Nabi Muhammad SAW. Modal utama beliau adalah keperwiraannya dalam
berlaku adil.
Suatu hari di tahun 606 M, Ka’bah yang dibangun oleh Nabi
Ibrahim di kota Mekah, sudah mulai reyot. Keadaan semakin parah ketika banjir
bandang melindasnya. Masyarakat sekitar Mekah pun berkumpul, bergotong royong
untuk memperbaikinya. Awalnya, rukun-rukun saja. Tetapi ketika renovasi
menjelang rampung, muncul masalah. Pasalnya, hajar aswad menjadi rebutan.
Siapakah yang mendapat kehormatan untuk meletakkan kembali hajar aswad ke
tempat semula. Semua kepala suku ingin mendapat kehormatan itu. ”Kamilah yang
berhak meletakkannya,” kata salah seorang kepala suku. ”tidak, kamilah yang
paling berhak,” kata kepala suku yang lain.
Bersitegang antar suku sempat akan terjadi, tetapi
kemudian ada cara untuk menyelesaikannya. Diantaranya dibuat kesepakatan, bahwa
orang yang pertama kali memasuki pelataran ka’bah, maka dialah yang berhak
untuk memindahkan Hajar Aswad. Ternyata orang yang pertama kali memasuki masjid
al-haram itu Muhammad calon Rasul itu. Orang-orang dari berbagai suku
menyepakati Muhammad lah yang berhak menempatkan Hajar Aswad sebagai satu
kehormatan yang tinggi. Tetapi Muhammad malah membentang kan surbannya,
kemudian memanggil perwakilan dari berbagai suku yang hadir pada waktu itu
untuk turut serta memegang surban, sebagai simbol penghormatan atas semua suku
yang ada. Dan semuanya merasa di wongke.
Dari peristiwa itulah, Nabi tambah mendapat kepercayaan
dari masyarakat yang beraeka ragam suku. Sehingga Nabi bisa menengahi segala
pertengkaran antar suku yang terjadi.
Melihat peristiwa-peristiwa diatas bisa dikatakan bahwa
modal dasar kepemimpinan Nabi adalah akhlak, dan suri tauladan yang baik. Maka
alangkah baiknya teori kepemimpinan itu mengikuti idealitas sifat wajib Rasul
yang terdiri dari empat, diantaranya: shidiq, amanat, tabligh, fathonah.
Sifat pertama Nabi sudah tergambar
dari sekelumit kisah Nabi yang diceritakan diatas. Dan karakter kejujuran Nabi
yang luar biasa mejadikan ia dijuluki sebagai al-Amin, biasa diartikan sebagai
orang yang dapat dipercaya. Maka pembahasan selanjutnya tinggal kita membahas Tabligh
dan Fathonah. Pembahasan ini membutuhkan ruang yang panjang, karena
tabligh nanti kaitannya dengan dakwah, dan alatnya adalah komunikasi, maka
komunikasi yang benar adalah pembicaraan tersendiri yang panjang, maka untuk
pembahasan Tablig dan Fathonah bisa kita sampaikan pada kesempatan
pelatihan-pelatihan yang akan datang.
GAYA
KEPEMIMPINAN
Dalam
memimpin seseorang mempunyai gayanya masing-masing, tingkat kedewasaan memimpin
seseorang sangat mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Diatarana gaya kepemimpinan
tersebut:
Mengikuti
John Beck dan Neil Yeiger yang dikutip Joko Santoso dalam More About Beyond
Leadership telah membagi gaya kepemimpinan ke dalam empat model. Diantaranya kepemimpinan
·
Telling (Directing/Structuring),
·
Selling
(Problem
Solving/Coaching)
·
Participating
(Developing/Encouraging)
·
Delegating
TELLING (DIRECTING/STRUCTURING)
Seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan
sendiri dengan memberikan intruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat
serta memberikan “penilaian” kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai
dengan apa yang diharapkan.
·
Kekuatan
dari gaya
kepemimpinan ini adalah dalam kejelasan tentang apa yang diinginkan, kapan
keinginan itu harus dilaksanakan dan bagaimana caranya.
·
Kelemahan
dari pemimpin dengan
gaya kepemimpinan ini adalah ia selalu ingin mendominasi semua persoalan
sehingga ide dan gagasan bawahan anda tidak berkembang. Semua persoalan akan
bermuara kepadanya sehingga mengundang unsur ketergantungan yang tinggi pada
pemimpin.
Gunakanlah gaya kepemimpinan Telling apabila
situasi dan Mitra kerja (bawahan) sebagai berikut:
·
Orang baru yang mempunyai pengalaman terbatas untuk
mengerjakan apa yang diminta.
·
Orang yang tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk
mengerjakan apa yang diharapkan.
·
Orang yang merasa tidak yakin dan kurang percaya diri.
·
Orang yang bekerja di bawah ”standar” yang telah
ditentukan.
SELLING
(COACHING)
Seorang
pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam pembuatan suatu keputusan. Pemimpin
bersedia membagi persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari
bawahab selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang
seharusnya dikerjakan.
·
Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini
adalah adanya keterlibatan bawahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga
mengurangi unsur ketergantungan kepada pemimpin. Keputusan yang dibuat akan
lebih mewakili Tim daripada pribadi.
·
Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini
adalah tidak tercapainya efesiensi yangtinggi dalam proses pengambilan
keputusan.
Gunakan
gaya Selling apabila situasi dan kondisi mitra kerja (bawahan) sebagai berikut:
·
Orang yang respek terhadap kemampuan dan posisi pemimpin.
·
Orang yang mau berbagi tanggung jawab dan ”dekat” dengan
pemimpin.
·
Orang yang belum dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan standar yang berlaku.
·
Orang yang mempunyai motivasi untuk meminta semacam
pelatihan atau training agar dapat bekerja lebih baik.
PARTICIPATING
(DEVELOPING/ENCOURAGING)
Salah satu
ciri dari kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk
memberikan kesempatan bawahan untuk berkembang dan bertanggungjawab serta
memberikan dukungan yang sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan.
·
Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini
adalah adanya kemampuan yang tinggi dari pemimpin untuk menciptakan suasana
yang menyenangkan sehingga mitra kerja merasa senang baik dalam menyampaikan
masalah maupun hal-hal lain yang tidak mereka putuskan. Pemimpinan selalu
memberikan kesempatan bawahan untuk bisa berkembang.
·
Kelemahan
dari gaya
kepemimpian ini adalah diperlukannya waktu yang lebih banyak dalam proses
pengambilan keputusan. Pemimpin harus selalu menyediakan waktu yang banyak
untuk melakukan diskusi dengan mitra kerjanya.
Gunakan
gaya ini apabila situasi dan kondisi mitra kerja sebagai berikut:
·
Orang yang dapat bekerja di atas rata-rata kemampuan
sebagian besar pekerja.
·
Orang yang mempunyai motivasi yang kuat sekalipun
pengalaman dan kemampuannya masih harus ditingkatkan.
·
Orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman kerja yang
sesuai dengan tugas yang akan diberikan.
DELEGATING
Dalam gaya
ini, pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahannya dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan.
· Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini
adalah terciptanya sikap memiliki dari bawahan atas semua tugas yang diberikan.
Pemimpin lebih ”merasa” santai sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk
memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian lebih banyak.
· Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini
adalah pada saat mitra kerja (bawahan) memerlukan keterlibatan pemimpin, maka
ada kecenderungan ia akan mengembalikan persoalannya kepada bawahan meskipun
sebenarnya itu adalah tugas pimpinan.
Gunakan
gaya kepemimpinan ini apabila situasi dan kondisi mitra kerja sebagai berikut:
· Orang yang mempunyai motivasi, rasa percaya diri yang
tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
· Orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian yang memadai
untuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah jelas dan rutin dilakukan
· Orang yang berani menerima tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas.
· Orang yang kinerjanya berada di atas rata-rata para
pekerja pada umumnya.
Gaya-gaya
kepemimpinan di atas tidak harus dipilih salah satu, semuanya bisa dimanfaatkan
menyesuaikan kondisi dan suasana yang cocok dalam memimpin organisasi.
Kepemimpinan model diatas dapat diterapkan dalam organisasi, bukan di
masyarakat luas yang membutuhkan karakter pengetahuan yang lebih luas lagi.
AKHIRNYA.....
Rentetan
yang kami tulis di atas ini hanyalah pengetahuan ”ilmu yakin” belum mencapai
”Ainul Yaqin” apalagi ”Haqqul Yaqin” keduanya bisa diperoleh dengan kita
menerapkan ”ilmu yakin” kita di pengalaman hidup sehari-hari bermasyarakat atau
dalam bahasa sulitnya learning by doing, belajar dari pengalaman dan
pengalaman adalah guru terbaik kita. Wallahu ’alaam.
BACAAN
Herry Muhammad, 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad, Jakarta:
Gema Insani Press.
Djokosantoso Moeljono, Dua Belas Konsep Kepemimpinan,
More About Beyond Leadership, Jakarta: Elexmedia Computindo